Sang Pemburu Berita

Jika dilihat kesibukan seorang wartawan, memang sangatlah sibuk. Kita dituntut cekatan dan update dalam segala hal. Ditambah lagi dengan resiko yang harus ditanggungnya. Jauh dari keluarga, pergi kedua tempat, bahkan lebih dengan jarak yang tidak dekat dilampaui dalam satu hari sudah sangatlah biyasa bagi mereka yang memang benar-benar menjadi seorang wartawan.

 

Mungkin banyak sekali yang belum ku tulis mengenai resiko yang harus dihadapi seorang wartawan. Namun sudah tahu banyak resiko yang harus ditanggung sebagi seorang wartawan, kenapa ku masih saja ‘suka’ dengan dunia kewartawanan? Merasakan kepuasan setelah menulis adalah hal yang paling menyenagkan. Apa lagi tulisan kita ditanggapi atau bahkan dikomentari. Wah rasa ingin menulis lagi, entah apa yang harus ditulis. pokoknya ingin seklai menulis lagi. Bonusnya jika tulisan kita bagus, tulisan kita bisa dimuat dikoran dan nama kita tercantum didalamnya. Berapa banyak orang yang akan mengenal kita. Coba kita hitung. Dalam satu hari berapa juta orang yang membaca koran kompas (seumpama koran kompas). Menurut sumber yang saya baca (demi memperkuat pembaca, maka perlu ditambahkan data yang akurat untuk membuat tulisan kita menjadi lebih bagus dan ‘renyah’ untuk dibaca. Itu adalah salah satu syarat untuk membuat sebuah tulisan yang baik), 15 juta ekslempar. Dan seumpama tulisan kita dibaca 60% (jika judul kita menarik dan bagus) dari 15 juta ekslempar, berapa banyak orang yang tahu kita? Tak bisa dibayangkan.

 

Itulah bonus. Dan jika tulisan kita sudah menembus koran, pasti akan kita mendapatkan honor. Walaupun tulisan saya belum pernah menembus koran, tapi menurut buku yang saya baca setiap tulisan dihargai minimal Rp50.000. Kita hitung saja. Jika dalam satu minggu kita mengirim 3 tulisan saja, dan semuanya termuat dikoran, Rp150.000 dalam satu minggu sudah dikantong. Gimana?

 

Mangkanya, menulis tak hanya merugikan. Namun untuk menembus sebuah koran, kita tak boleh begitu saja menyerah karena satu kali kirim tak dimuat. Memang, satu kali mengirim tak bisa menjamin tulisan kita dimuat. Karena, coba kalian bayangkan, siapa sih yang ga’ kepengen uang Rp.150.000(minimal) setiap minggu? Banyak sekali mahasiswa ataupun dosen yang mengirimkan tulisan mereka. Berapa banyak pesaing? hm… susah sekali. Pernah juga saya membaca, seseorang yang harus berusaha keras sampai satu tahun lebih dia mengirim tulisannya yang setiap minggunya tak cukup satu judul. Tapi belum pernah termuat dikoran. Namun setelah perjuangan dan kerja keras serta didukung dengan latihan menulis yang juga harus sering membaca pula, mendapatkan balasan yang setimpal pula. Setiap minggu, paling sedikit dia menerima Rp.300.000 hanya dari sebuah tulisan.

 

Jadi jangan putus asa ya kalo tulisan kalian tak berhasil menembus koran? Mungkin tulisan kalian judulnya kurang menarik ataupun tulisan kalian belum sempurna. Untuk itu, (pengalaman yang saya dapatkan) dari sering membaca tulisan-tulisan yang baik dan benar serta menarik adalah salah satu penyempurna tulisan kita. Logikanya,”Membaca tulisan orang lain saja tidak mau, apa lagi orang lain mau untuk membaca tulisan kita?”

Tinggalkan komentar